Wednesday, October 19, 2011

The Legendary: Koes Plus, in the Netherlands

Mungkin kedatangan Koes Plus ke Belanda untuk pertama kalinya tidak seheboh pada saat the Beatles datang ke Belanda pada tahun '64. Tidak adil memang kalau Koes Plus dibandingkan dengan the Fab Four itu. Tetapi bagi saya, dan mungkin juga ratusan orang lainnya yang tinggal di Belanda, memaknai kedatangan Koes Plus ke Belanda ini dengan rasa yang berbeda.

Di dalam usianya yang baru saja berubah menjadi 72 tahun, Yon Koeswoyo, masih menunjukkan semangatnya untuk meneruskan nama besar grup yg dibentuk bersama saudara saudaranya ini 51 tahun silam. Kini, sebagai anggota orisinil sejak awal Koes Plus berdiri, ia hanya berjuang sendiri. Walaupun demikian, dengan adanya tambahan tiga personil muda di Koes Plus, justru mampu menambahkan spirit baru saat mereka tampil live.

Pada tanggal 29 September rombongan Koes Plus tiba di Belanda untuk pertama kalinya. Mereka tidak sendiri, tetapi didampingi oleh Ahmad Albar dan Oppie Andaresta. Mereka tiba di Belanda atas undangan dari Intan Zhari, promotor asal Indonesia yang sudah lama menetap di Belanda. Sebelumnya Intan juga pernah mengundang Slank untuk tampil di Amsterdam pada tahun 2008. Ia juga dibantu oleh berbagai pihak sponsor termasuk KBRI Den Haag.

Ketiga nama musisi besar tersebut datang ke Belanda untuk tampil di acara Indo Music Nite yang diadakan pada tanggal 2 Oktober di Melkweg, Amsterdam. Melkweg sendiri adalah salah satu venue konser terkenal yang paling sering didatangi musisi musisi mancanegara.

Acara diawali dengan penampilan dari Biru Band, yang merupakan band yang personilnya terdiri dari pemuda Indonesia yang menetap di Belanda. Dilanjutkan dengan panampilan Oppie Andaresta. Selanjutnya, panggung diisi oleh Bebas Band yang juga terdiri dari warga Indonesia yang menetap di Belanda, namun dengan seorang drummer yang asli orang Belanda. Setelah membawakan beberapa lagu cover dan lagu mereka sendiri, Bebas Band akhirnya mengundang Ahmad Albar untuk tampil membawakan lagu lagu God Bless dan Gong 2000.

Sebut saja lagu lagu seperti Kehidupan, Panggung Sandiwara, Semut Hitam dibawakan dengan baik oleh Ahmad Albar, diiringi dengan musik yang dimainkan oleh para personel Bebas Band. Sempat terdengar suara yg sedikit meleset pada saat Ahmad Albar menyanyikan nada nada tinggi. Hal ini dikarenakan ia masih belum sembuh total dari radang tenggorokan yang ia alami pada saat baru mendarat di Belanda. Walaupun demikian, Ahmad Albar tetap menunjukkan kualitasnya sebagai musisi rock legendaris dengan stamina yang layak diacungi jempol.

Yang menarik perhatian saya pada saat menyaksikan penampilan Ahmad Albar, yang justru banyak mensupport dan maju di barisan paling depan mayoritas adalah perempuan. Nampaknya di umurnya yang ke-65, Ahmad Albar masih memiliki pancaran sex appeal bagi para perempuan. Mungkin tidak beda seperti halnya saat ia masih bermain di Belanda pada pertengahan tahun 60-an dengan grupnya Clover Leaf.

Setelah Ahmad Albar, tampillah grup yang ramai dibicarakan secara online di forum forum warga Indonesia yang tinggal di Belanda. Satu persatu mulai dari Yon Koeswoyo, diikuti para personil di grup yang dinamai Koes Plus Pembaharuan ini.

Malam itu Mas Yon tampil sangat sederhana dengan baju polo lengan panjang yang digulung, dan tidak lupa dengan senyumannya yang tulus bak seorang Opa yang bijaksana. Wajahnya terlihat tampak ceria. Pemandangan itu membuat saya terharu, mengingat saya sering membaca betapa gigihnya perjuangan Yon pada saat masa kejayaan Koes Plus yang mulai pudar di pertangahan tahun 80-an. Mulai dari tidak adanya sepeser pun royalti atas ribuan lagu lagu yang mereka buat, hingga saat ia pun harus menjual mobil dan berjualan batu akik demi bisa bertahan hidup di paska kejayaan Koes Plus tersebut.

Keharuan itu langsung berubah begitu Mas Yon langsung mengajak personil bandnya untuk menggebrak di lagu pertama dengan lagu “Bujangan”. Sontak semua pengunjung yang jumlahnya ratusan orang ikut bernyanyi dan bergoyang mengikuti iringan lagu tersebut. Malam itu, bisa dibilang 80% dari pengunjung yang memadati Melkweg adalah orang Indonesia. Di Belanda, pemandangan seperti ini cuma bisa ditemukan pada saat Lebaran di wisma duta dan pada saat Pesta Rakyat 17-an.



video courtesy of Patrixxxon

Malam itu ketangguhan Mas Yon terbukti benar benar luar biasa. Bagaimana tidak, lebih dari 20 lagu ia mainkan tanpa ada jeda sedikitpun. Bahkan diantara lagu lagu itu, tidak pernah saya melihat Mas Yon meminum air botol yang biasa kita lihat dikala musisi musisi sedang tampil secara live! Menurut saya, ini adalah berkat jam terbang yang tinggi dari Mas Yon dan kawan kawan, yang bisa di bilang, hampir tiap bulan pasti mereka tampil live di segala penjuru pelosok tanah air.

Secara pribadi saya cukup kasihan mengingat umur Mas Yon yang sudah tidak muda (sekali) itu. Tetapi, saya ingat pada saat Mas Yon dan kawan kawan mengunjungi kantor saya di RNW, beliau bilang, “musik itu adalah cinta mati saya. Saya tidak akan berhenti bernyanyi di atas panggung kalau tidak di stop oleh panitia karena waktunya sudah terlalu panjang. Kalau nggak nyanyi, saya bisa sakit. Hahahaha” diikuti dengan tertawanya yang khas.

Tampak jelas di malam itu, dari lagu lagu koes plus yang banyaknya seribu lebih, Mas Yon sudah hafal mati dengan lagu lagunya yang ia bawakan. Tidak ada sehelai kertas setlist lagu-pun yang tampak di atas panggung malam itu. Nampaknya semua musik dimainkan berdasarkan kemauan Mas Yon saja. Entah memang sudah semacam hafalan, atau sudah settingan auto pilot apabila mereka sudah tampil di atas panggung. “Kita mainin lagu yang slow aja yah...”, “Ini lagu dahsyat ini...”, kata kata seperti itu sering muncul dari mulut Mas Yon di antara lagu lagu yang mereka bawakan.

Selama lebih dari dua jam lagu lagu lawas mulai dari Diana, Kisah Sedih di Hari Minggu, Tul Jaenak, Kolam Susu, Oh Kasihku, Why Do You Love Me?, Kembali, Kembali ke Jakarta, Bis Sekolah, Nusantara dan banyak lagi. Tua, muda, orang Indonesia, bule, semua ikut melantunkan bait per bait lagu lagu Koes Plus. Bagi saya ini adalah sebuah pemandangan yang mengharukan. Walaupun sudah beberapa kali saya menonton konser di Melkweg, hal ini adalah sesuatu yang jarang saya temukan di tempat tersebut.


Koes Plus - Kembali ke Jakarta (video lainnya ada di sini)

Semua orang seakan tenggelam dengan kenangan dan buaian lagu lagu Koes Plus. Mengingat betapa abadi-nya lagu lagu Koes Plus di hati masyarakat Indonesia, dan betapa besar perjuangan para personilnya untuk dapat menciptakan lagu lagu sebagus itu, walaupun mereka tidak menerima uang sepeser pun dari royalti lagu lagu mereka itu. Bayangkan, di tahun 1974 sendiri, Koes Plus mengeluarkan 22 album! Sebuah prestasi yang menurut saya belum ada band manapun yang mampu menandingi! Bahkan The Beatles sekalipun.

Sejak saat itu saya semakin yakin, bahwa Koes Plus adalah legenda hidup dalam dunia musik Indonesia yang layak untuk dikenang dan diapresiasi setinggi tingginya. Seperti banyak yang bilang, seandainya Koes Plus bukan dari Indonesia, mungkin mereka lebih dikenal daripada Beatles!

Wednesday, August 3, 2011

Rock Werchter - Day 1 (Part 2)

Setiba di depan pintu masuk, ternyata pintu belum dibuka. Namun kerumunan yang mengantri di depan gerbang sudah terlihat menyemut. Pukul satu gerbang dibuka, satu per satu kerumunan tadi memasuki area festival. Menurut saya penjagaan di festival tersebut tidak terlalu ketat. Para penjaga hanya memeriksa tas bawaan para pengunjung tanpa melakukan body check. Mereka hanya memastikan tidak ada yang membawa kamera DSLR, handycam, senjata tajam, dan botol minuman. Walaupun mereka menemukan botol minuman, pengunjung tetap akan diperbolehkan untuk membawa ke dalam asalkan isi botol tersebut dikosongkan dan tutup botol dibuang.

Di dalam lokasi festival, saya tidak bisa menyembunyikan kekaguman saya. Saya merasa setengah tidak percaya berada di dalam area salah satu festival terbesar di Eropa bahkan dunia. Dari kejauhan, panggung utama terlihat jelas dan megah. Untungnya hanya terdapat dua panggung di Rockwerchter: Main Stage dan Pyramid Marquee. Tidak seperti Pinkpop festival di Belanda (3 stage), apalagi Java Rocking land (lebih dari 5 stage?), jadi cukup untuk nenentukan skala prioritas untuk menyaksikan band mana yang akan di lihat secara live di dua panggung tersebut.

Band pertama yang kami lihat adalah Warpaint yang bermain di Pyramid Marquee. Band asal LA ini adalah salah satu band yang paling ingin saya lihat di antara list line-up Rock Werchter. Mereka bermain secara apik selama kurang dari satu jam, dan diakhiri dengan versi panjang dari lagu Beetles.



Selama waktu itu, saya seperti dibuai oleh permainan Jenny Lindberg, pemain bass Warpaint. Entah kenapa, saya selalu tersirap dengan penampilan perempuan perempuan di balik bass guitar. Sebut saja Kim Gordon, D’arcy Wretzky, Melissa Auf de Maur, Kim Deal, Nikki Monninger, dan beberapa lagi.

Jenny Lee Lindberg & Stella Mozgawa - Warpaint

Setelah Warpaint, kami tidak beranjak dari Pyramid Marquee untuk menyaksikan penampilan TV on the Radio yang bermain di tempat yang sama. Sementara menunggu TV on the Radio tampil, dari kejauhan musik yang dimainkan oleh Seasick Steve di main stage terdengar sayup sayup. Setelah menunggu selama 25 menit, akhirnya para personil TV on the Radio muncul satu persatu. Mereka membuka penampilan mereka dengan lagu “Halfway Home” yang diambil dari album “Dear Science”. Entah kenapa, sound pada saat mereka tampil terdengar begitu memekakkan telinga dan kurang nyaman di kuping. Setelah mereka bermain tiga lagu, saya dan teman teman memutuskan untuk keluar dari pyramid marquee dan pergi menuju area piazza untuk mengisi perut.

Area makan di piazza ini terlihat cukup ramai. Di sana juga terdapat beberapa stand sponsor yang juga menampilkan musik musik yang dimainkan oleh DJ. Beberapa di antara booth itu juga tetap menggunakan pendekatan sex sells di booth mereka. Misalnya di booth (bir) Jupiler, ada beberapa sexy dancer berpakaian ala para perempuan di film Coyote Ugly yang asik bergoyang di atas meja bar. Sementara booth coca-cola juga tidak mau kalah dengan mengedepankan tema pantai di mana para SPG nya berpakaian ala life guard. Tapi tidak sevulgar lifeguard Baywatch yah.

Area makan di Piazza

Setelah kenyang, kami pun pergi menuju main stage, di mana The Hives sedang tampil. Sudah lama sekali saya tidak mendengarkan lagu lagu dari band asal Swedia ini. Entah perasaan saya saja, nampaknya Pelle Almqvist yang dulu terlihat babyface, kini terlihat memiki garis keriput di wajahnya. Walaupun demikian, Almqvist tidak henti hentinya berceloteh di atas panggung di antara tiap lagu yang dibawakan tanpa tidak terkesan kelelahan. Padahal dari 13 lagu yang mereka bawakan hari itu, bisa dibilang 80% lagu up tempo semua. Walaupun hujan turun di tengah tengah penampilan mereka, Almqvist terus bernyanyi dan berceloteh bak seorang pendeta rock n roll.

The Hives: Pendeta rock and roll

Setelah The Hives, kami memutuskan untuk kembali ke tenda untuk sekedar istirahat dan mengambil jaket. Setelah diguyur hujan, area festival sedikit terasa lebih dingin. Kontras dengan cuaca pada saat paginya, di mana cuaca cukup panas dan hampir tidak ada awan. Selain kedua alasan di atas, kami memutuskan kembali ke tenda karena saat itu penampilan di kedua stage kurang menarik minat kami. Saat itu di stage pyramid marquee sedang tampil Aloe Blacc. Musisi soul yang sebenarnya tidak bisa dibilang pendatang baru ini sebenarnya cukup menarik untuk dilihat. Namun karena saya hanya tahu satu lagu saja dari Blacc dan berhubung udara yang secara mendadak menjadi dingin memaksa kami untuk kembali ke tenda.

Sementara di saat yang bersamaan, di stage utama sedang tampil Anouk, yang merupakan musisi Belanda yang dibanggakan oleh orang Belanda. Berhubung daerah Werchter merupakan sisi Flemmish dari Belgia, mungkin para penduduk lokal juga suka dengan penampilan Anouk. Note: Orang Belgia yang berbahasa Belanda tidak begitu suka di bilang Dutch, mereka lebih suka dibilang sebagai Flemmish. Saya sudah beberapa kali melihat penampilan Anouk di TV dan secara live di sebuah perayaan hari nasional di Belanda. Sebenarnya secara musikalitas dia cukup bagus untuk standar musisi Belanda (maaf, ini penilaian subjektif :D).

Thursday, July 14, 2011

Rock Werchter - Day 1 (Part 1)

Para camper Rock Werchter © 2011 Concentra

Hari pertama festival dimulai dengan kondisi yang kurang baik. Kami kurang bisa mendapatkan tidur yang nyenyak. Selain karena memang suasana di luar tenda yang cukup bising (bisa dipastikan 80% dalam keadaan mabuk), juga karena suhu yang mendadak turun pada pagi dini hari (sekitar 4 derajat celcius). Pada saat saat seperti itu, ear plug sangat menolong untuk memblok suara suara bising sekitar camp site pada saat ingin beristirahat. Namun karena semangat ingin menikmati festival musik selama empat hari ke depan, rasa kantuk, capek, dan dingin berusaha kami lawan di hari pertama festival.

Inilah tenda kami selama 5 malam di Werchter

Saat terbangun pada pukul sepuluh siang, suasana di sekitar tenda kami sudah terlihat aktifitas yang cukup ramai. Untuk memasang tenda, kami sengaja memilih tempat yang agak jauh dari lokasi sanitasi (kamar mandi & keran air) karena berdasarkan penelusuran di internet, selain karena di lokasi tersebut cenderung berbau tidak sedap, juga cenderung bising dengan lalu lalang aktivitas di sekitar area tersebut. Kendalanya, kalau sudah malam atau sudah ngantuk berat, harus bersusah payah berjalan sejauh 120 meter menuju toilet.

Sedikit mengenai sanitasi, di camp site A (A2, A3, A4), masing masing memiliki area sanitasi tersendiri sejumlah 50 toilet dan 100 keran air yang harus di share di antara ratusan campers selama enam hari. Di hari pertama, toliet yang disediakan tidak terdapat fungsi flush. Namun tiap delapan jam sekali semua toilet dibersihkan. Jadi kebayang dong, kalo sudah menjelang siang sebanyak apa orang orang yang sudah menggunakan toilet tersebut. Makanya, waktu paling ideal ke toilet adalah pagi hari antara jam 8-10 pagi.

Area sanitasi, aktifitas cuci cuci di sini semua

Mengingat saya adalah tipe yang harus ‘menyetor’ tiap pagi, mau tidak mau harus menghadapi situasi tersebut tiap hari selama camping. Di hari pertama saya menjadi orang yang sangat picky untuk toilet. Tapi di hari kedua dan seterusnya, saya sudah bodo amat dan sudah agak terbiasa dengan situasi tersebut.

Untuk urusan mandi, hampir semua campers hanya menyeka badan mereka menggunakan handuk kecil dan sabun cair di depan puluhan keran di lokasi sanitasi. Di keran itu hampir semua aktifitas kamar mandi dilakukan, mulai dari sikat gigi, cuci muka, keramas, dan menyeka badan dilakukan di sana. Lokasi laki laki dan perempuan tidak dibedakan. Bagi saya ini jadi pemandangan yang cukup menyegarkan di tiap pagi hari untuk sedikit mengesampingkan jumlah jam tidur yang kurang.

Peta lokasi Rock Werchter 2011

Setelah semua urusan sanitasi selesai, kami pun pergi keluar area camping A2 menuju Carefour Market yang letaknya di seberang A2 untuk mencari sarapan. Waktu saat itu menunjukkan pukul sebelas siang dan antrian masuk Carefour sudah mengular panjang sekali. Ternyata antrian tidak hanya terjadi di depan Carefour, namun di tempat shower yang letaknya bersebelahan dengan Carefour juga terdapat antrian yang tidak kalah panjang. Saya cukup takjub karena saya pikir selama ini orang bule cukup cuek untuk urusan mandi. Tetapi memang mayoritas yang mengantri untuk shower itu adalah para kaum hawa. Untuk shower dipatok seharga 4 euro untuk sekali mandi.

Rock Werchter 2011 Wristband. Hijau untuk musik festival; pink untuk camping.

Setelah kurang lebih setengah jam mengantri, akhirnya kami berhasil masuk Carefour untuk membeli semua kebutuhan sarapan hari itu dan beberapa hari ke depan. Untuk menu sarapan, kami memilih untuk do the Dutch way, yakni roti, keju, dan chicken slice. Setelah menghabiskan sarapan di tenda, kami langsung berjalan selama 15 menit menuju lokasi festival.

Friday, July 8, 2011

Rock Werchter 2011 Notes - Pre Festival

Poster Rock Werchter 2011

Akhir Juni merupakan hari hari yang cukup mengesankan buat saya. Hari Selasa, 28 Juni kemarin merupakan hari terakhir masa internship di sebuah LSM milik orang Belanda. Sehari setelah itu, 29 Juni, adalah hari saya dan teman satu kota saya di Den Haag, Nadya, pergi ke Belgia untuk menghadiri Rock Werchter yang diadakan dari tanggal 30 Juni hingga 3 Juli. Rock Werchter merupakan salah satu festival musik terbesar di Eropa setelah Glastonbury.

Kami berangkat pukul setengah sembilan malam dengan bermodalkan berbagai persiapan camping selama lima malam. Persiapan tersebut sudah dipersiapkan jauh jauh hari sebelum hari-H. Berdasarkan penelusuran di internet mengenai “the must have items for music festival camping” berbagai persiapan tersebut adalah tenda, air bed beserta pompa, senter, ear plug, sleeping bag, lampu tenda, handuk besar + kecil, dan sejumlah kaus kaki dan pakaian yang nyaman untuk dipakai.

Tiket Camping XL

Perjalanan menggunakan kereta menuju Werchter di mulai dari stasiun Den Haag Holland Spoor, dan beberapa kali pindah kereta di stasiun Antwerpen, Machelen, dan Leuven, yang ketiganya berada di Belgia. Perjalanan kereta selama kurang lebih dua setengah jam tersebut seharusnya dilanjutkan dengan menggunakan bus khusus yang bertolak dari stasiun Leuven menuju area festival. Namun kami dan beberapa orang yang hendak menuju camp site tiba pukul setengah dua belas malam, sementara bus khusus terakhir menuju lokasi hanya beroperasi hingga pukul sebelas malam.

Tiket Combi: tiket terusan selama 4 hari festival

Saya dan Nadya terpaksa harus mencari beberapa anggota yang ingin menuju lokasi dengan menggunakan taxi agar biayanya lebih murah. Akhirnya kami memutuskan untuk mengendarai taxi van yang berkapasitas tujuh orang untuk tiba di lokasi.

e-Food & drink coupons ini ditukarkan menjadi kupon untuk
makanan dan minum selama di dalam area festival

Lewat tengah malam, kami tiba di camp site A2 dan bertemu dengan tiga orang teman asal Indonesia juga yang sudah tiba terlebih dahulu di sana. Camp site A memang dikhususkan untuk para camper yang memegang tiket XL. Tiket XL adalah jenis tiket baru yang dikeluarkan oleh penyelenggara di Rock Werchter tahun ini. Kelebihan tiket XL adalah bisa menempati area camp site sehari sebelum festival diadakan. Biasanya, camper baru diperbolehkan untuk menempati tenda pada hari H, pagi hari-nya.

Area camp site

Saat tiba di area camping, sudah ramai terlihat kerumunan orang orang yang nampaknya sudah memasang tenda mereka dari sore, dan menikmati pre-party di dekat snack and drink bar yang terletak di sepanjang jalan dekat area camp site. Berbagai macam musik dari para line-up artist festival tahun ini diputar di big screen. Aroma bir santer tercium bahkan dari kejauhan. Walaupun terlihat sangat menarik, kami memutuskan untuk berbenah tenda dan istirahat untuk mempersiapkan tenaga untuk hari pertama festival di siang harinya nanti agar maksimal.

Thursday, November 11, 2010

Jimmy Eat World Review

Let’s freeze the time to the end of 2001, where Jimmy Eat World (JEW)’s Bleed American is one of the cures for my disappointment from weezer’s green album. It has it rawness of a geek-rock-esque music that I missed from the green album, which is a sappy album for me. It was even before I found what emo is, where some critics have placed them to fit into that category.

Long story short, here I am fast forwarding the time where I didn’t realized that Jimmy Eat World have produced three albums after Bleed American. Some of the songs I have listened somewhere before, but didn’t realize it was theirs.

It was the third of November where I finally got the chance to see them perform live. Minus the Bear was the opening act for that night’s show and the rest of JEW’s European Invented Tour. The Seattle based band played perfectly for the opener. They played slightly different from their album in terms of the sound quality. Probably it was because they don’t want to steal JEW’s spotlight as the main act that night. But I’m pretty sure that they will have a much better output if they were provided with the same sound quality with JEW that night.

Minus the Bear played for almost an hour before the band and their stage crew cleaned up the stage to make way for JEW. The stage was clear in no time, and the stage was not much decorated. Only a few light stands and a black backdrop with a few diamond shaped patch like the so-called-geek’s-sweater-patch.

JEW opened the show with the song Bleed American, which was taken from the album with the same title, than was changed to a self titled due to the 9/11 attack. The audience, which was not really impressed when Minus the Bear played, jumped off and sang along with the music. I don’t know whether they’re not familiar with Minus the Bear’s song or they’re just a bunch of typical Dutch kids who just stood there during the concert. These kids most likely to dance only if they’re drunk, or it was a techno-rave music played on stage.

“Your New Aesthetic” from the album “Clarity” played as the second song. The band still wants to pump up the tempo by playing “A Praise Chorus”, and then played their first single from their new album, “My Best Theory”. Besides the four main member of JEW, there was also a girl who stands calmly behind the keyboard. It was Courtney Marie Andrews who filled the roles as backup vocal in the new album “Invented”. In the album, she sang 5 songs. That night, she’s in charge to replace her voice for Liz Phair’s, Rachel Haden’s and Amy Ross’, who contributed as backing vocals in some of JEW’s album.
The tempo slowed down on the 6th song, “For Me This is Heaven”, which was one of the emotional songs from “Clarity”. “Futures” then broke up the mellowing with the lyric “say hello to good times, trade up for the fast ride...” Other new songs from “Invented”, such as “Action Needs an Audience”, “Coffee and Cigarettes”, “Movielike” and “Evidence” were played in-between the 18 songs before the encore. “Goodbye Sky Harbour” was chosen before the encore, where Jim Adkins plays freely with the microphone and synthesizer, without his guitar for the last five minutes of the song (on the album it was 16 minutes long!) and disappear behind the stage.

It doesn’t take more than 10 minutes before the band showed up for the encore. They played “23”, “Get it Faster”, “The Middle”, and finally “Sweetness” to close the show. Automatically the crowd went crazy. One guy got pushed off the stage by one of the crew for trying to crowd surf. One girl got injured for the incident.

Overall, the show is placed in one of my best concert experience. Jim Adkins’ vocal is truly amazing. He was able to keep his voice stable for pitching the high notes, with such an up-tempo music. The band connected to the audience by communicating between songs sometimes, and made a good music setlist for us to singalong. Although, there was no different if you see the band perform live and hear them on their records: not much improvisation. But the only difference is that you get the experience to sing their songs aloud with hundreds of JEW fans!



Jimmy Eat World Setlist (Melkweg, Amsterdam 3 November 2011)
1. Bleed American
2. Your New Aesthetic
3. A Praise Chorus
4. My Best Theory
5. Let it Happen
6. For Me This is Heaven
7. Futures
8. Big Casino
9. Action Needs an Audience
10. Pain
11. Dizzy
12. Coffee and Cigarettes
13. Movielike
14. Hear You Me
15. Evidence
16. Work
17. Blister
18. Goodbye Sky Harbor
--encore--
19. 23
20. Get it Faster
21. The Middle
22. Sweetness